Bayangkan memiliki jaringan sosial favorit dan bahkan tidak mengetahui alasan sebenarnya hal ini terjadi? Ya, itulah yang terjadi di Tiktok.
Dalam beberapa tahun terakhir, kita dapat melihat peningkatan yang mengkhawatirkan dalam jumlah pengguna TikTok dan melihat bagaimana TikTok telah menjadi salah satu platform media sosial paling populer di dunia, dengan lebih dari 1 miliar pengguna aktif.
Namun tidak dengan ekspansi ini, aplikasi yang dimiliki oleh perusahaan China ByteDance tersebut telah menjadi sasaran kekhawatiran terkait keamanan data, privasi, dan pengaruh di beberapa tempat di seluruh dunia.
Karena alasan ini, serangkaian pembatasan dan larangan tidak diterapkan dan menyebabkan ribuan orang tidak memiliki akses ke jaringan.
Hari ini kami akan mencoba menjelaskan dan memberikan Anda beberapa informasi relevan agar Anda tidak kehilangan akses.
Meningkatnya TikTok dan Masalah Keamanan
TikTok muncul pada tahun 2016 dan dengan cepat memikat pemirsa muda dengan video pendeknya, algoritma cerdas, dan tantangan viral.
Namun, asal-usulnya di Cina menimbulkan kecurigaan di kalangan pemerintah Barat, terutama Amerika Serikat.
Kekhawatiran utamanya adalah bahwa ByteDance, berdasarkan hukum Tiongkok, dapat diharuskan untuk membagikan data pengguna dengan pemerintah Tiongkok.
Ini akan mencakup informasi pribadi, kebiasaan menjelajah, dan bahkan lokasi.
Pada tahun 2020, Presiden AS saat itu Donald Trump mengancam akan melarang TikTok, dengan alasan aplikasi tersebut menimbulkan ancaman terhadap keamanan nasional.
Ia memberi ByteDance ultimatum: jual operasi TikTok di AS ke perusahaan Amerika atau hadapi larangan.
Microsoft dan Oracle mengadakan negosiasi, tetapi kesepakatan tidak pernah selesai.
Sebaliknya, TikTok telah mengusulkan kemitraan dengan Oracle untuk menyimpan data pengguna AS di server lokal, sebagai upaya untuk meredakan kekhawatiran.
Larangan AS: Perjuangan yang Berkelanjutan
Meskipun TikTok mengusulkan perubahan, kekhawatiran tetap ada. Pada tahun 2023, pemerintah AS, yang sekarang di bawah pemerintahan Joe Biden, telah meningkatkan tekanan.
Beberapa negara bagian telah melarang penggunaan TikTok pada perangkat pemerintah, dengan alasan risiko mata-mata.
Selain itu, Kongres AS telah mulai membahas larangan nasional, yang dapat memengaruhi jutaan pengguna.
Salah satu pokok bahasan utama perdebatan ini adalah RUU yang disebut Undang-Undang Pembatasan, yang akan memberi pemerintah federal kewenangan untuk melarang aplikasi yang dianggap mengancam keamanan nasional.
Jika disetujui, TikTok dapat dihapus dari toko aplikasi dan diblokir di jaringan AS.
Namun, usulan tersebut menghadapi penentangan dari para pendukung kebebasan berbicara, yang berpendapat bahwa larangan tersebut dapat menjadi preseden berbahaya bagi penyensoran internet.
Dampak terhadap Pengguna dan Pembuat Konten
Larangan TikTok di AS akan berdampak signifikan, terutama bagi pembuat konten yang mengandalkan platform tersebut untuk mencari nafkah.
TikTok bukan hanya sekadar ruang untuk hiburan; adalah alat yang ampuh untuk pendidikan, aktivisme, dan bisnis.
Banyak wirausahawan muda yang membangun seluruh kariernya di seputar aplikasi, mempromosikan merek, mengajarkan keterampilan, dan terhubung dengan pemirsa global.
Selain itu, TikTok telah menjadi platform penting untuk menemukan musik, tren mode, dan bahkan berita.
Penghapusannya akan meninggalkan kekosongan yang akan coba diisi oleh jaringan sosial lain, seperti Instagram dan YouTube.
Namun, tidak ada satu pun yang berhasil mereplikasi algoritma dan budaya komunitas TikTok yang unik.
TikTok di Seluruh Dunia: Gelombang Pembatasan
Amerika Serikat bukan satu-satunya negara yang mempertanyakan keamanan TikTok.
Di India, aplikasi ini dilarang pada tahun 2020, bersama dengan puluhan aplikasi China lainnya, menyusul konflik militer di perbatasan antara kedua negara.
Pemerintah India mengklaim bahwa aplikasi ini mengumpulkan data secara ilegal dan menimbulkan ancaman terhadap kedaulatan nasional.
Larangan di India, yang merupakan pasar terbesar TikTok di luar China, merupakan pukulan telak bagi ByteDance.
Di Eropa, TikTok juga menghadapi pengawasan. Uni Eropa (UE) telah menekan perusahaan tersebut untuk memastikan kepatuhan terhadap undang-undang privasi yang ketat di blok tersebut, seperti Peraturan Perlindungan Data Umum (GDPR).
Pada tahun 2023, Komisi Eropa melarang penggunaan TikTok pada perangkat resmi, dengan alasan kekhawatiran yang sama seperti di AS.
Bahkan negara-negara seperti Australia dan Kanada telah mengikutinya, menerapkan pembatasan penggunaan TikTok pada perangkat pemerintah.
Langkah-langkah ini mencerminkan meningkatnya ketidakpercayaan terhadap pengaruh China dalam teknologi global.
Tanggapan TikTok: Transparansi dan Adaptasi
Menghadapi kritik, TikTok telah mencoba memposisikan dirinya sebagai perusahaan global, independen dari pemerintah Tiongkok.
Perusahaan tersebut telah membuka pusat data di AS dan Eropa untuk menyimpan informasi secara lokal dan telah menjanjikan transparansi yang lebih besar dalam operasinya.
Selain itu, TikTok telah meluncurkan inisiatif untuk memerangi misinformasi dan melindungi privasi pengguna.
Akan tetapi, langkah-langkah ini tidak selalu meyakinkan pemerintah.
Ketidakpercayaan terhadap Tiongkok dan kendalinya atas perusahaan swasta tetap menjadi kendala yang signifikan.
Bagi banyak orang, isu ini melampaui TikTok dan mencerminkan perebutan kendali teknologi dan data yang lebih besar di abad ke-21.
Masa Depan TikTok: Apa yang Diharapkan?
Nasib TikTok masih belum pasti. Sementara beberapa negara memilih untuk melarang aplikasi tersebut, negara lain berupaya menerapkan regulasi yang lebih ketat guna memastikan keselamatan pengguna.
Di AS, pertarungan hukum dan politik terus berlanjut, dengan TikTok berjuang untuk tetap beroperasi dan para pembuat undang-undang berusaha menyeimbangkan keamanan nasional dan kebebasan digital.
Bagi pengguna, larangan TikTok akan menjadi kerugian besar bagi platform yang telah mendefinisikan ulang cara kita terhubung dan mengonsumsi konten.
Namun, ini juga berfungsi sebagai peringatan tentang pentingnya privasi dan kedaulatan digital dalam dunia yang semakin saling terhubung.
Sementara itu, TikTok terus berkembang di wilayah-wilayah yang tidak menghadapi batasan apa pun, seperti Amerika Latin dan sebagian Asia.
Perusahaan ini juga menjajaki pasar baru, seperti e-commerce, untuk mendiversifikasi pendapatannya dan mengurangi ketergantungan pada iklan.
Yang kalah adalah pengguna TikTok
Larangan TikTok bukan hanya masalah kebijakan atau keamanan; merupakan cerminan ketegangan geopolitik antara kekuatan global dan perebutan kendali teknologi.
Bagi pengguna, ini adalah pengingat bahwa di dunia digital, data kita adalah aset berharga — dan terkadang menjadi mata uang.
Saat pemerintah dan perusahaan berebut kekuasaan dan pengaruh, giliran kita sebagai pengguna untuk mempertanyakan siapa yang mengendalikan informasi kita dan bagaimana informasi itu digunakan.
TikTok mungkin menjadi sorotan saat ini, tetapi perdebatan tentang privasi, keamanan, dan kebebasan internet masih jauh dari selesai.
Dan dalam skenario ini, kita semua punya peran untuk dimainkan.
Unduh sekarang sebelum dihapus dari toko aplikasi Anda: Android / iOS